puisi rakyat jelata

Masih Berat untuk kupahami
Tuhan kau maha mlihat dan mendengar
lihat dan dengarlah hambamu ini yg tngah bingung beribu bingung
Para artis cabul dan pejabat korup kau penuhi dengan rezekimu
para polisi zalim kau biarkan melenggang gagah membasmi hambamu
Ah tuhan, kami kaum kecil yg mau beriman sungguh
kenapa MISKIN
kenapa TERTINDAS
kami kaum kecil yg mau beriman sungguh
diujung kekufuran karena beratnya himpitan hidup
sedangkan mereka kaum borjuis dan anteknya
mereka bisa berhaji berkali
mereka bisa bikin pengajian
mereka bisa sumbang sana sumbang sini
meski jiwanya mesum
meski otaknya iblis
meski darahnya bercampur najis
ooo,.........pedih
tak kumengerti
sakit hati ini
Kenapa ya?

Kenapa di negeriku sendiri aku terasing
Tergusur dari tempat berteduhku
Tergusur dari tempat cari makanku
Karena Bapak-bapak bangsa negeri aneh ini lebih suka memberikan tanah air ini kepada orang asing
Lalu melemparkan manusia-manusia tergusur ke negeri asing sebagai budak

Aduh,
 kenapa?
Gayus brekele, Nurdin wak wak wak,  koruptor-koruptor brekewek hanya dihukum seminimalnya
sementara sisa korupsi mereka masih tersimpan di celengan raksasa mereka
lalu keluar LP dengan sambutan tepuk tangan
sedangkan rakyat yg terpaksa mencuri karena kemiskinan,
Aduuh,..disiksa, diperas, .....sengsara yg tak membawa nikmat
dicari petugas pajak pula

Kenapa?Kenapa aku harus mengabdi pada negeri para tirani


(BM Indraprana,2011)
 
KRAWANG-BEKASI
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(Chairil Anwar,1948)


DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai



Maju
Serbu
Serang
Terjang

(Chairil Anwar, 1943)


3 komentar:

  1. setuju banget bang, klo dipikir-pikir qt nih kayak lg mengalami masa penjajahan versi millenium. semoga qt terbebas dr negeri yang hanya mementingkan diri sendiri.

    BalasHapus
  2. Pedih,...negeri ini diperjuangkan para pahlawan lalu dikorbankan para birokrat.

    BalasHapus
  3. Andai para pejuang itu melihat negeri indonesia hari ini, pasti pada nangis tuh. tanya kenapa???

    BalasHapus

bismillah