Jumat, 15 April 2011

antara iman dan keterdesakan


Kehidupan ini yang memang adalah ujian kerap kali menempatkan kita ke dalam situasi terjepit dan terdesak. Status darurat dalam hidup pun ditetapkan dan lalu segala alternatif penyelamatan diperhitungkan. Sebagian orang dalam situasi terjepit ini menjadi gelap mata lalu tak berpikir panjang dunia akhirat. Sehingga aturan hidup diterjang. Menempuh jalan yang haram. Semua dengan pembenaran bahwa ini darurat. Dengarlah cerita-cerita penjaja syahwat baik yang perempuan maupun lelaki. Ketika sempat ditanyakan mengapa mereka memilih pekerjaan tersebut, maka sebagian mereka menjawab karena himpitan ekonomi. Dan  kisah tentang para pencuri, atau kisah para pengemis, atau kisah2 lainnya seringkali mempunyai jawaban sama. Gelap mata karena terhimpit keadaan juga kerap terjadi pada suatu institusi bahkan negara. Terdesak menjadi alasan untuk menghalalkan segala cara. Ada pula sebagian dari yang menghalalkan segala cara berdalil dengan mengqiyaskannya seperti keadaan orang yg kelaparan dan tak menemukan makanan selain yang haram. Dari perkara makanan kemudian diperluas hingga perkara nafkah, rumahtangga, jabatan, politik dan lain-lain seluas-luasnya.
Benarkah segala alasan dan segala dalil mereka?tanyakanlah pada para ulama yg lurus(kalau ada yg lurus berarti ada juga yg tidak lurus). Sekedar mempertanyakan dari sisi inkonsistensi alasan,”mengapa setelah keadaan tidak lagi darurat,mereka masih berada pada jalan yang haram. Mengapa para penjaja syahwat itu setelah mendapatkan uang yang mencukupi untuk tidak terdesak lagi, mereka masih bekerja melacurkan dirinya. Mengapa setelah ada bank syariah, tetap masih setia berurusan dengan bank ribawi. Mengapa setelah penghasilan mencukupi untuk survive, masih tetap mempertahankan kerja di tempat penuh syubhat dan maksiat. Mengapa setelah berhasil masuk pemerintahan, masih ogah memperjuangkan dan menyuarakan islam sebagai jalan selamat. Padahal dahulu beralasan untuk menyelamatkan perjuangan. Mengapa para pengemis tak berhenti dari perbuatannya padahal tak sedikit dari mereka yang mendapat penghasilan lebih dari cukup setiap harinya. Mengapa masih berobat dengan obat haram padahal obat yang halal telah ditemukan. Dan sebagainya.
Mungkinkah, justru memilih sesuatu yang haram meskipun keadaan terdesak bukanlah sesuatu yang disukai disisi allah. Sehingga akibatnya rentetan masalah dan hilangnya keberkahan justru yang kerap menyambangi setelah keadaan tak lagi darurat. Lebih parahnya lagi, sebagian contoh kisah kehidupan menunjukkan bahwa  jalan haram yang telah ditempuh tak melepaskannya dari keadaan darurat sedikitpun. Contohnya para pencuri yang tertangkap, atau pelacur-pelacur yang terintimidasi para germonya, atau para penunggak kredit macet yang dibayangi beban bunga-berbunga dan  para debt collector. Mungkinkah bisa jadi dibolehkannya makan babi dalam keadaan kelaparan tak boleh diqiyaskan dan diperluas dalam bidang lainnya. Atau persoalannya justru pada sifat manusia yang rakus dan suka berlebih-lebihan sehingga setelah keadaan tak lagi darurat, dirinya justru menikmati keharamannya. Ya memang, daging babi lebih enak dari daging ayam.
Kisah nabi Ibrahim AS (bacanya:‘alaihi salam, bukan ‘amerika serikat) adalah kisah yang diabadikan allah swt sebagai pelajaran tentang hamba yang sangat dikasihi-Nya. Beliau tak meluntur idealisme keimanannya baik dalam kata maupun perbuatan meskipun dalam posisi terdesak total ketika beliau dibakar raja dan kaum yang ingkar. Bukan semata karena dia itu nabi sehingga kuat komitmennya. Toh ada pula kisah nabi Yunus AS  yang ditegur allah swt karena sempat meninggalkan komitmen dakwah. Adalah Ibrahim AS menjadi hamba Allah terkasih karena perkara kekokohan komitmennya terhadap allah yang tak dapat diusik keterdesakan apapun. Ada pula kisah ashabul ukhdud yang allah abadikan dalam al quran  yang berisi kisah tentang kaum beriman yang tak meluntur keimanannya meskipun harus mengorbankan jiwa raganya dalam parit api raja yang lalim. Betapa mereka mencintai dien-nya. Betapa Allah mencintai mereka. Keterdesakan, kiranya itulah diantara cara allah menilai hambanya. Now, how about you?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bismillah